Posted on

Penjual Minyak Wangi

Selepas shalat Ashar, Ijal duduk di teras mesjid disandarkan tubuhnya yang letih setelah seharian berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain, dia menjajakan Minyak wangi kepada guru-guru dan pegawai sekolah, biasanya dia mengunjungi sekolah pada saat jam istirahat dimana para guru biasanya berkumpul di ruang  guru.
Hari ini belum banyak yang membeli,  di tangannya    baru  ada uang hasil penjualan sebesar Rp. 30.000,-  artinya uang sebesar itu akan habis besok pagi untuk sarapan dan bekal 3 orang anaknya sekolah serta ongkos berkeliling dirinya, lantas apa yang akan ditinggalkan buat istri di rumah dan makan ketiga anaknya sepulang sekolah, Ijal berniat untuk mendatangi salah satu sekolah lagi, tapi diurungkan saat ini jam istirahat telah selesai dan para guru berada dalam kelas.
+ “Mas, tempat penitipan sepatunya mana?” tanya seorang Bapak 
x “sebelah sana, tapi orangnya sudah pulang,kenapa Pak?”
+ “Saya mau shalat Ashar” sambil menengok sekeliling
x”Kalau begitu silahkan Pak, biar sepatunya titip disini, kebetulan saya belum mau pulang” Ijal menangkap kekhawatiran dari si Bapak itu.
Selesai shalat Bapak tadi bercerita bahwa dia pernah kehilangan sepatu beberapa waktu yang lalu saat shalat ashar di mesjid ini.
+ “Terima kasih Mas jadi ngerepotin, mau kemana Mas?”
x “mau pulang Pak habis berjualan” ujar Ijal setengan berpromosi
+ “Jualan apa Mas, mana barangnya?”
x “Minyak wangi Pak, di dalam tas ini”
+ “Cuma satu tas itu bawaannya?”
x “Iya Pak, sebab saya menjual “biang”nya
+ “Wah, saya baru tau kalau minyak wangi ada biangnya, boleh saya liat?”
Ijal pun dengan semangat mengeluarkan beberapa botol minyak wangi tersebut sambil menerangkan bahwa biangnya ini belum dicampur alkohol.
+ “kalau saya mau beli bagaimana caranya?”
x “Saya jual per cc Pak, Boleh berapa saja”
+ “Harganya berapa?”
x “Ada yang seribu, 2 ribu sampai 4 ribu per cc”
+ “Yang bagus yang mana mas?”
x “tegantung selera Pak, ini ada MISIK, KESTURI, seribu bunga dan banyak lagi Pak untuk harum seperti yang Bapak pakai juga ada Pak”
+ ” Ah yang bener, memangnya saya pakai Parfum apa?”
x “Merk “ini” kan Pak?” ujar Ijal sambil menyorongkan salah satu botol minyak wangi.
+ “wah hebat, kalau begitu saya beli 10 cc, harganya berapa?”
x “ini memang agak mahal Pak, 4000 per ccnya
+ “nggak apa-apa, bikin 2 ya”
Ijal dengan cekatan mengambil alat injeksi yang tersambung dengan selang kecil, ditariknya sampai seukuran 10 cc.
x “Ini Pak 10 cc dijadikan 2 botol Pak” tanya Ijal sambil memperlihatkan ukuran yang tertera di tabung injeksi itu
+ “bukan, dua-duanya 10 cc, ini uangnya nggak usah dikembalikan”
+ “Alhamdulillah, terima kasih Pak”
Bapak itu kemudian bertanya kepada Ijal tentang usaha yang digelutinya itu, dengan terbuka Ijal menjelaskan, Dia sudah lebih 5 tahun berjualan dari satu sekolah ke sekolah yang lain, hampir semua sekolah  di daerahnya pernah dia singgahi, sampai Ijal tau benar Ibu A, Bapak B mengajar dimana, pendeknya kalau dijadikan penilik sekolah mungkin Ijal tau persis bagaimana kondisi masing-masing sekolah terutama dari bangunan fisiknya, Ijal mengaku bahwa dia suka dengan pekerjaan ini selain mencari nafkah tali silaturahmipun terjalin baik dengan para guru karena hampir setiap dua bulan sekali Ijal berkunjung kesekolah yang sama.
Karena disekolah para guru selalu menyambut baik kedatangan saya dibanding dengan perkantoran atau dari rumah ke rumah, mereka senantiasa tersenyum dan bertutur ramah setiap saya berkunjung hingga saat tidak membelipun saya tak pernah merasa kecewa, begitu Ijal memberikan alasan saat ditanyakan mengapa sekolah yang jadi tujuan penjualannya. Bahkan saya bukan lagi dipandang sebagai penjual minyak wangi semata, saya seolah dianggap bagian dari mereka, sebab jika lama tidak datang ada saja teman guru yang menelepon ke rumah menanyakan kabar saya atau kadang memesan minyak wangi untuk diantarkan ke sekolah tempatnya mengajar.
Sebelum pergi bapak tadi mencatat nomor telepon Ijal sambil menyodorkan kartunama, Insya Allah kita bertemu lagi ujarnya. Letihnya hilang, dengan penuh semangat Ijal berangkat pulang sambil menyisipkan dua lembar uang ribuan ke kotak amal masjid, terima kasih Ya ALLAH hari ini KAU tambah satu lagi saudaraku.
  b e r s a m b u n g …….
———-

disarikan dari cerita seorang sahabat   

 

 

 

 

6 responses to “Penjual Minyak Wangi

  1. wah, pesan moralnya bagus banget pak hadi. etos kerja ijal layak dicontoh. bersifat qonaah dan mau menerima apa adanya. moga2 aja muncul lagi ijal2 baru di negeri ini, sosok yang ramah dan bersahabat.

  2. masih bersambung ya… hiks hiks….

    lanjutkan lagi dunk __ __

  3. Goop

    Setuju dengan pak sawali…
    banyak yang bisa dicontoh, dan keyakinan bahwa rejeki bisa datang dari mana saja…
    * :mrgreen: *

  4. Benar-benar menyentuh, dan bikin penasaran….
    Yang jadi catatan saya adalah seandainya si Ijal dijadikan penilik sekolah. Karena Ijal paling hafal kondisi sekolah, dan para guru. Sindirannya tajam dan mengena lho papi… Tanya Prof Sawali, beliau pasti tahu bagaimana penilik pada umumnya… Maaf, gak semuanya, tapi sebagian besar… :mrgreen:
    *menunggu lanjutannya*

  5. antarpulau ⋅

    “………sambil menyisipkan dua lembar uang ribuan ke kotak amal masjid, terima kasih Ya ALLAH hari ini KAU tambah satu lagi saudaraku.

    b e r s a m b u n g …….”

    kalo sempet yak…. :mrgreen:

  6. Adang

    terimakasih saya pedagang minyak wangi persis ijal, saya ngak tau itu cerita doang apa beneran
    Yang saya alami cerita beneran dan kehidupan saya
    08161424079
    terimakasih

Tinggalkan Balasan ke Adang Batalkan balasan